Ads 468x60px


Selamat Datang di Blog rezarenaldi09.blogspot.com, Semoga Bermanfaat, Terima Kasih Atas Kunjungannya!

Labels

Friday, 8 March 2013

Pertempuran di KM 16 Petaling

Pertempuran di Km 16 terjadi tanggal 14 Februari 1946 sekitar pukul 09.00 WIB tidak lama setelah masyarakat setempat selesai merayakan Maulid Nabi Muhammad tanggal 12 Robiul Awal 1365 H.
Sebelum kejadian, sebagian personel TRI, API dan rakyat bersama-sama menghambat lajunya pasukan Belanda dengan menebang kayu di kiri kanan jalan. Sementara warga, khusus kaum perempuan dan anak diperintahkan untuk mengungsi ke hutan dan kebun. Rabu malam tanggal 13 Februari 1946, suasana kampung Petaling gelap mencekam, lampu penerangan semua dimatikan.
Kamis pagi 14 Februari 1946, di tikungan Jalan Muntok Simpang Payabenua Kampung Petaling, puluhan penduduk kampung setempat sudah berjaga-jaga dengan senjata parang dan bambu runcing. Di antara puluhan warga tersebut hadir H. Separdi, Remin (almarhum), Abdullah alias Jidul (almarhum), Daud (almarhum) dan rekan-rekan lainnya yang saat itu baru berusia sekitar 20 an tahun. Rakyat di Kampung Petaling bertekad akan melakukan perlawanan setelah mendengar kabar kalau Belanda akan melewati kampung mereka.
Di saat puluhan rakyat ini berkumpul dan memadati ruas jalan, dari arah Pangkalpinang, muncul H Muhammad Nor dengan pakaian serba putih bersama beberapa anak buahnya menggunakan mobil. Kedatangan H Muhammad Nor disambut rakyat Petaling dengan gembira dan siap bergabung dengan pasukan HMuhammad Nor.
Mengingat rakyat hanya bersenjata parang dan bambu runcing, H Muhammad Nor kemudian menyarankan agar rakyat tidak melakukan pertempuran terbuka karena Belanda memiliki persenjataan lengkap. Jika memang bertekad hendak bertempur, maka harus menggunakan taktik bersembunyi dan sekali-sekali menyerang. Namun sebagian dari rakyat tersebut ada yang nekat mengikuti H Muhammad Nor untuk bertahan di Km 16 yang hanya berjarak kurang lebih 500 meter dari tikungan Jalan Muntok Simpang Payabenua Desa Petaling.
Di Km 16 sudah menunggu sisa-sisa pasukan yang sebelumnya habis bertempur di Kampung Puding, juga pasukan Mas’ud, Sersan Amir dan kawan-kawan, TRI dari Toboali dan TRI dari Palembang. Tak lama menunggu, dari arah Muntok, pasukan Belanda yang ditunggu-tunggupun tiba. Kebanyakan mereka bertelanjang dada bermandikan keringat lantaran lelah menyingkirkan pohon-pohon kayu yang ditebang oleh TRI, API dan rakyat sebagai rintangan.
Begitu Belanda memasuki garis pertahanan di Km 16, pimpinan TRI H Muhammad Nor dengan gigih memberikan Komando dan perlawanan. Di posisi paling depan di bawah batang jengkol (ada yang mengatakan di bawah batang rukam), pimpinan TRI yang memiliki ilmu kebal dan ngelimun (ilmu gaib yang tidak bisa ditembus pandangan mata ole musuh) itu, terus memntahkan peluru ke arah Belanda.
Tidak seperti pertempuran di Puding Besar, pertempuran di Km 16 ini sangat merepotkan tentara Belanda. Bagaimana tidak, satu persatu penjajah itu tewas akibat diterjang akibat peluru panas yang tak diketahui dari mana asalnya, tentara Belanda  sempat kocar-kacir dan tidak tahu harus melakukan perlawanan ke arah mana. Berkat ilmu ngelimunnya, H Muhammad Nor berhasil mempecundangi Belanda. Bahkan menurut beberapa saksi sejarah, ratusan tentara Belanda tewas dalam peristiwa di Km 16 ini. Mayat-mayat NICA ini ditumpuk ke truck kemudian dibawa ke Muntok.
Disamping menghadapi muntahan
bakan H Muhammad Nor), tentara Belanda
hadapi serangan TRI lainnya. Belanda
dan arah depan. Tentara Belanda yang
langsung disabet dengan senjata tajam
cing. Gempuran di Km 16 ini benar-benar
desak, bahkan menurut M Ali Banj
mundur ke arah Puding dan mem
berjaga-jaga usai pertempuran di Petaling
Beberapa jam kemudian, tentara
Km 16 Petaling dengan mendapat
puran kembali terjadi. Tentara Belanda
rang membabi buta. Serangan diarahkan kepada barisan para anak buah H Muhammad Nor yang mengambil posisis tak jauh dari H Muhammad Nor. Tindakan nekat tersebut justru semakin memperbesar korban di pihak Belanda. Pasalnya, H Muhammad Nor, yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa (kecuali anak buahnya) dengan leleuasa menembak.
Tapi tindakan nekat Belanda ini, lambat laun membuahkan hasil. Anak Buah H Muhammad Nor yang giliran dibuat kocar-kacir. Dalam kondisi anak buahnya yang terdesak inilah yang selanjutnya menjadi petaka dan hari naas sehingga pimpinan TRI H Muhammad Nor gugur.
Diceritakan, gugurnya H Muhammad Nor akibat pantangan yang dilanggar oleh anak buahnya sendiri. Di saat terdesak dan dalam keadaan panik sedemikian rupa, salah seorang anak buah H Muhammad Nor berteriak menyebut-nyebut nama beliau agar segera mundur bersama-sama. Namun malang, ketika ada suara menyebut namanya, kehebatan ilmu yang dimiliki oleh julukan Si Bapak ini luntur seketika. Sosok tubuhnya serta merta terlihat oleh musuh, H Muhammad Nor langsung diberondong peluru.
Kendati di beberapa bagian tubuhnya sudah terkena tembakan, H Muhammad Nor masih melakukan perlawanan dan menembak ke arah musuh. Dengan tubuh bersimbah darah, sambil berteriak “Allah hu Akbar!” pahlawan kelahiran Nibung Koba itu, terus mengadakan perlawanan.
Ketika sebutir peluru susulan mengoyak dadanya, barulah perlawanan H Muhammad Nor terhenti, dengan sekuat tenaga ia berusaha menyelamatkan diri. Tapi malang tak dapat ditolak, aeorang tentara Belanda menghampiri beliau dan menghujam bayonet ke punggung Si Bapak.
Hari itu, Kamis pagi tanggal 14 Februari 1946, langit di ujung Km 16 Desa Petaling sejenak mendung, seakan turut berduka melepas kepergian seorang pahlawan bangsa. Hari itu juga, H Muhammad Nor yang merupakan satu-satunya TRI yang gugur dalam pertempuran di Km 16 ini, di makamkan warga di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Petaling. Kerangkanya dipindahkan ke Makam Padma Satria Sungailiat pada tanggal 8 November 1973.
Beberapa sumber menuturkan, setelah menghembuskan nafas terakhir, tentara Belanda dengan kejam menyeret jenazah H Muhammad Nor hinnga Simpang Payabenua Kampung Petaling atau kurang lebih sekitar 500 meter dari lokasi pertempuran. Jenazahnya dibiarkan tergeletak begitu saja di tengah jalan. Baru setelah Belanda melanjutkan perjalanan ke arah Pangkalpinang, sejumlah warga membopong jenazah H Muhammad Nor dan membawanya ke rumah salah satu penduduk bernama H Satar untuk dimandikan.
Menurut penuturan Daud (almarhum) salah seorang saksi mata yang juga mantan Heiho dan API, saat jenazah H Muhammad Nor sedang dimandikan di sebuah kolam belakang rumah H Satar, beberapa orang tentara Belanda yang semula sudah pergi meninggalkan Simpang Payabenua, tiba-tiba muncul kembali. Kedatangan Belanda yang tiba-tiba ini membuat warga yang memandikan jenazah H Muhammad Nor berhamburan lari. Sungguh biadab, tubuh H Muhammad Nor yang tak bernyawa itu dihujam Belanda dengan bayonet berkali-kali sambil dikorek-korek.


Sumber : Mokoginta Dasin, Ichsan dan Dody Hendriyanto. 2009. Palagan 12: Api Juang Rakyat Bangka. Pangkalpinang: CV Central Media Printing.

0 comments:

Post a Comment

Reza Renaldi

Petaling Banjar, 9 Jumadil Akhir 1412
Waktu Adalah Umurmu, Maka Bijaksanalah Memanfaatkan Sebaik-baiknya Untuk Beribadah Kepada Allah SWT!